"Itu terbukti semenjak Ali Opek (mafia pupuk) membuka usaha pengoplosan pupuk subsidi ke non subsidi, dimulai juga penderitaan kami. Dan juga terbukti adanya pengondisian pada oknum kepolisian, karena kami para petani pernah melaporakan pengoplosan pupuk ini ke kepolisian setempat bahkan ke Polda Sumut, namun tidak ada tindakan dari kepolisian, tapi kami berdoa pak akan terpilih presiden yang baru yang akan menempatkan petinggi Kepolisian Di Indonesia yang dapat menangkap ali opek yang kata orang tak tersentuh hukum"
Hingga saat ini keresahan para petani di Binjai belum juga terjawab oleh kepolisian setempat. Pengoplosan pupuk subsidi ke non subsidi makin saja menjadi - jadi di Binjai. Namun pendarannya tidak menjadi masalah buat Polsek, Polresta Binjai dan Polda Sumut yang hanya dianggap tutup mata.
Untuk itu kata Oyok yang mewakili para petani Binjai, meminta pada Bapak Kapolri Jenderal Sutarman agar menangkap dan menutup pupuk pengoplosan subsidi di Binjai karena dinilai Kapoldasu Irjen Pol Syarief Gunawan tidak mampu membrantas kejahatan yang juga merugikan negara itu. "Bantulah kami bapak Kapolri. Apakah kami petani Binjai dimata kepolisian dianggap bukan masyarakat Indonesia yang juga perlu dapat perhatian pemerintah," ucapnya.
Sementara Gustap mantan ADC Ali Opek mengatakan, pupuk subsidi oplosan milik Ali Opek warga turunan cina ini, sampai sekarang masih beratifitas dan tidak terjamah hukum, namun pupuk untuk sementara dipindah tempatkan ke gudang didaerah Tanah Seribu Binjai daerah rambung untuk mengelabui.
"Namun tempat gudang besarnya sebenarnya di Jalan Soekarno Hatta no 424, Binjai, Jalan Gajah Mada KM 19 Binjai, dan di Tahah Seribu, ketiga gudang tersebut dapat menghasilkan pupuk subsidi oplosan menjadi pupuk non subsidi 50 ton perharinya, bayangkan saja harga pupuk subsidi Rp 1.800/kg dijual menjadi pupuk non subsidi Rp 5000/kg, jadi satu harinya Ali Opek meraih keuntungan 160 juta dan delapan tahun ini telah meraup keuntungan 467.200.000.000," beber Gustab.